Peran Intelektual Muda/Mahasiswa Sebagai Episentrum Gerakan dalam Mencerdaskan Kehidupan Berbangsa dan Bernegara .

Ditulis oleh Prof Didik J Rachbini, Rektor Universitas Paramadina.

Resume Ceramah:

1) Kampus hendaknya menjadi wahana kepemimpinan bangsa. Tidak boleh lagi kampus seperti dulu ketiuka ada aktivis masuk kampus dicurigai makar oleh aparat intel. Sumber kepemimpinan kampus datang dari kampus, para intelektual muda dalam hal ini adalah mahasiswa. Pertama, dari kampus itu sendiri dan dari organisasi kemahasiswaan internal. Kedua datang dari aktivis kampus, seperti HMI, PMII, Muhammadiyah, NU, Kelompok Cipayung.  Keduanya adalah aset bangsa, saling melengkapi. 

2) Kalau dulu organisasi ekstra kampus tidak dibolehkan masuk kampus, maka sekarang organisasi intra dan ekstra kampus bisa bekerjasama untuk melakukan kegiatan-kegiatan di kampus, terutama di Universitas Paramaadina. Kalau dulu organisasi ekstra masuk kampus dilarang dan dicurigai  aparat karena khawatir melakukan makar, maka sekarang mesti berperan dalam memperkuat NKRI.

3) Jika persaingan kegiatan antar ormas ekstra kampus seperti HMI dan PMII, itu tidak apa-apa. Malah kalau bisa melaksanakan kegiatan pelatihan kepemimpinan bersama-sama. Semua dengan tujuan yang sama agar kampus kembali wahana kepempinan bangsa.

4) Untuk menjawab topik studium general ini, maka kita harus bertanya Siapa intelektual itu atau intelektual muda? Dia adalah kelompok elit yang bertanggungjawab dan mengetahui dan paham dari dekat bagaimana kehidupan sosial politik dan ekonomi bangsanya. Bersifat elit karena mayoritas pendidik masih berpendidikan SMA ke bawah. Di Indonesia terdapat sekitar 40% lulusan SD yang menjadi buruh-buruh pabrik. Lulusan SD dan SMP ditambah anak yang putus sekolah jumlahnya menjadi sekitar 60% atau dua pertiga dari jumlah SDM muda di Indonesia. Level mahasiswa hanya terhitung nol koma sekian persen dari jumlah total rakyat Indonesia.

5) Sebagai kelompok elit, golongan intelektual efektif jika mengadakan satu kegiatan dan bertanggungjawab dalam melaksanakan kegiatan kolektif tertentu misalnya gerakan penyelamatan lingkungan hidup, gerakan membaca, gerakan mendidik anak-anak, dan sebagainya. Seperti dulu di Paramadina ada  kegiatan Indonesia Mengajar yang digagas oleh Anies Baswedan yang mengajar di mana ikut serta kelompok mahasiswa untuk mengajar di pelosok Indonesia. Karena mahasiswa punya kemampuan-kemampuan tertentu.

6) Jadi intelektual bergerak dengan pemikiran-pemikiran yang terisi oleh pengetahuan. Terlebih intelektual muda di kampus yang akan mengisi bidang-bidang kehidupan sosial politik dan ekonomi nanti. Kelompok intelektual juga mempunyai wawasan dan pengetahuan yang kompleks. Baik itu pengetahuan teknis dan mekanis, arsitek, budaya, seni, kedokteran dan lain-lain.

7) Kelompok intelektual itu kadang juga dipersempit secara khusus menjadi sosok intelektual seperti Nurcholish Madjid, menjadi pemikir bangsa. Kelojmpok ini aktif dalam pemikiran masalah bangsanya dan kerap menulis di media-media nasional seperti Kompas dan lainnya.  Dosen dan profesional lain seperti arsitek dimasukkan juga sebagai golongan intelektual.

8) Peranan intelektual ada banyak dan berbeda-beda sesuai kategorinya. Peran pertama adalah peranan profesional yang jika sudah lulus menjadi Sarjana maka dia akan menjalankan peran-peran profesional sesuai bidang keahliannya. Peranan-peranan itu sangat tradisional, konservatif, biasa saja dan tidak punya elan khusus. Hidupnya mengalir saja.

9) Tetapi golongan intelektual cendekia pasti berbeda. Dia harus punya kepekaan terhadap situasi sosial politik ekonomi di sekitarnya. Kedua, Peranan intelektual yang lebih dalam telah disebutkan dalam Al Quran sebagai mereka yang selalu membaca dengan jeli ayat Kauniyah dan ayat-ayat Kauliyah, dengan rajin menyimak tanda-tanda alam sekitar. Pendeknya mereka menjadi intelektual yang curiosity yang dalam terhadal kehidupan  alam semesta, sosial dan peradaban. Mereka akan aktif di berbagai bidang riset, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan seterusnya. Itu adalah kelompok intelektual yang mempunyai peran lebih ketimbang hanya menjalankan peran profesionalnya saja.

10) Peran Ketiga, di negara berkembang peran intelektual menjadi sangat penting, dan biasanya mereka adalah kelompok muda yang belum mapan, karena dia melihat secara dalam sistem sosial politik di sekitarnya selalu timbul masalah. Dia akan menemui adagium “Power Tends to Corrupt, but Absolute Power Corrupt Absolutely..!”.

11) Ada teori evolusi kekuasaan dari pemenang nobel bidang ekonomi. Evolusi atau asal mula kekuasaan sebenarnya bermula dari sekumpulan bandit pada dulu kala. orang yang berkuasa sebelum ada sistem pemerintahan pada suatu masyarakat, yang berkuasa adalah mereka yang mempunyai kekuasaan, keunggulan fisik, memiliki aneka senjata, postur tubuh kuat dan besar, punya kelompok garang, da lain-lain.  Hal itu yang oleh Olson, pemenang nobel ekonomi adalah tahap Pertama dari evolusi Kekuasaan. Jadi penguasa di jaman itu adalah para bandit dan perompak, sebagai evolusi pertama kekuasaan atau dinamakan Roupin.

12) Namun di antara kelompok pengganas tersebut ada sekelompok kecil bandit yang berpikir bahwa jika seterusnya menjadi kelompok perompak, maka lama kelamaan kekerasan juga akan menimpa dirinya. Maka kemudian mereka membentuk sistem sosial yang lebih maju sebagai evolusi Kedua dari Kekuasaan yakni dengan menjalankan sistem Upeti kepada masyarakat. Mengambil upeti dan mereka tumbuh dengan menetap bercocok tanam di suatu tempat bermodalkan upeti benih padi misalnya. Disebut dengan Stationary Bandits.

13) Evolusi Kekuasaan Ketiga, baru muncu Rule of Law dengan pintu filsafat, hak asasi manusia, sistem hukum dan lain-lain. Jadilah para bandit itu bermetamorphose menjadi Negarawan karena mengikuti rule of law,  peradaman modern, dan humanis. Jadi Negarawan atau politisi di dalam kekuasaan itu harus diingat  asal muasalnya dari para bandit yang berevolusi. Jika dia bertindak melanggar hukum yang ada, maka negarawan itu menjadi bandit lagi. Para anggota parlemen, polisi yang melanggar hukum disebut legal bandits.

14) Para kepala desa yang menginginkan perpanjangan jabatan dan berkolusi dengan partai-partai itu juga disebut kolusi bandit. Lebih jauh jika terus saja begitu maka Indonesia tidak akan lepas dari sistem Feodal Sempurna. Kolusi itu terjadi karena tidak adanya “check and balance” dari kekuasaan dan legislatif.

15) Berkaitan dengan situasi itu, maka peran intelektual muda kritis seperti para mahasiswa menjadi sangat penting. Demo BEM kampus yang menolak perpanjangan periode jabatan para Lurah. Itu tugas para intelektual kritis kampus. Begitu juga aksi yang menolak revisi UU KPK yang hendak diubah oleh mereka yang menjalankan peran bandit politik. Tidak adanya “check and balance” di parlemen menjadi mungkin karena 82 % anggota legislatif adalah mereka yang pro kekuasaan.

16) Peran intelektual kritis di parlemen tidak ada lagi, karena semua telah terkooptasi oleh kekuasaan. Jadi sekali lagi peran intelektual kritis tidak hanya sekadar menjalankan tugas-tugas profesionalnya saja, tetapi juga dia akan mengkritisi , membela dan menyuarakan pembelaan terhadap mereka yang tertindas oleh sistem kekuasaan.

17) Tetapi jika sikap kritisismenya menjadi terlalu berlebihan dengan keinginan menumpas segala apapun, maka intelektual itu akan berubah menjadi penganut Marxisme yang sangat radikal dan berbahaya. Seperti yang terjadi di Kamboja semasa rezim Pol Pot.

17) Keempat, adalah peran intelektual kritis yang juga pemikir. Dia akan berjuang selain dengan daya kritisismenya ditambah dengan kemampuan pemikirannya akan selalu menyumbangkan gagasan-gagasan penting yang dipersembahkan bagi kebaikan bangsanya. Cak Nurcholish Madjid adalah typology ideal dari intelektual tipe Keempat dengan gagasan Islam, Keindonesiaan dan Kemodernan.

18) Jadi peranan intelektual muda seperti mahasiswa sekarang adalah bertanggungjawab dalam menyuarakan kebenaran.(***) 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here