PALEMBANG KritisIndonesia.com, Koalisi PERS SUMATERA SELATAN yang terdiri beberapa organisasi Pers yang ada di Sumsel seperti PWI Sumsel, AJI Palembang, IJTI Sumsel, PFI Palembang, SMSI Sumsel, JMSI Sumsel, AMSI Sumsel, PRSSNI Sumsel, IWO Sumsel dan PERSIARI Sumsel menggelar unjuk rasa di Gedung DPRD Sumsel yang diterima langsung Ketua DPRD Sumsel Dr.Hj.R.A.Anita Noeringhati,SH,MH.

Setelah melakukan orasi dan pantomin organisasi pers yang ada di Sumsel memberikan Pernyataan Sikap Revisi RUU Penyiaran dan menolak tegas karna ada Upaya Menghambat Kemerdekaan Pers dan Kebebasan Berpendapat.(29/5/2024)

Protes atas draf Revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang kini tengah bergulir, membuktikan bahwa DPR RI dan Pemerintah tidak berpihak kepada kemerdekaan pers dan kebebasan berpendapat.

Dalam draf tersebut, terdapat sejumlah poin krusial yakni mengenai Standar Isi Siaran (SIS), yang memuat batasan, larangan, dan kewajiban bagi penyelenggara penyiaran serta kewenangan KPI yang tumpang tindih dengan Dewan Pers Selain itu, ada pula pasal-pasal yang patut dipertanyakan mengenai keberpihakan DPR dan

Pemerintah terhadap demokrasi, diantaranya:

1. Pasal 50B ayat (2)
– larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
– larangan penayangan isi siaran dan konten siaran yang menyajikan perilaku lesbian, homoseksual,biseksual dan transgender
– larangan penayangan isi siaran dan konten siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan dan pencemaran nama baik.

2. Pasal 8A huruf q
– menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang Penyiaran

3. Pasal 42
1. Muatan jurnalistik dalam isi siaran lembaga penyiaran harus sesuai dengan P3,SIS, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Penyelesaikan sengketa terkait dengan krgiatan jurnalistik penyiaran dilakukan oleh KPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4. Pasal 30 E ayat 2 dan 4 yang menyatakan bahwa lembaga penyiaran radio harus melaksanakan analog switch off pada tahun 2028, karena bertentangan dengan Pasal 30 E ayat 1, ayat 2, ayat 5, dan ayat 6.
Dalam pasal lama, disebutkan bahwa digitalisasi lembaga penyiaran radio dilakukan secara alamiah dan terencana. Pada bagian yang sama, terdapat pasal dan ayat yang mengharuskan lembaga penyiaran radio untuk menggunakan teknologi digital terestrial yang terbukti gagal sejak lembaga penyiaran dapat mendistribusikan program siaran lewat internet.

Padahal, sebagai pilar keempat demokrasi, media massa dengan apapun bentuknya dan dengan jurnalis yang dinaunginya, punya peran strategis dan taktis dalam membangun demokrasi.

Apalagi jika dikaitkan dengan hal yang melibatkan masyarakat sebagai fungsi kontrol sosial. Sehingga, Revisi UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang merupakan inisiatif DPR semakin menenggelamkan demokrasi.

KOALISI PERS SUMATERA SELATAN

Koalisi Pers Sumsel juga menilai revisi ini akan sangat mengancam kreativitas masyarakat di ruang digital dan memberi dampak signifikan juga pada pada content creator dan perkembangannya di Sumsel.

Apabila melihat lebih dalam pada RUU Penyiaran ini, kami juga menyimpulkan terdapat berbagai upaya DPR dan Pemerintah untuk menyensor hak publik, yakni dengan mengatur penyiaran internet, melegalkan konglomerasi media penyiaran, sehingga dapat mengancam hak politik sosial dan ekonomi, serta mengekang kebebasan ekspresi dan berkesenian.

Atas dasar inilah, Koalisi Pers Sumsel menyatakan sikap dibawah ini:

1. Mendesak DPR dan Pemerintah untuk mempertimbangkan ulang draf revisi ini dan memastikan bahwa setiap perubahan yang dilakukan harus mendukung kebebasan pers, memperkuat peran media sebagai pengawas sosial, dan mendorong transparansi serta akuntabilitas.

2. Kami menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya untuk bersama-sama menolak draf revisi RUU Penyiaran yang mengancam kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia.

Sementara Ketua DPRD Provinsi Sumsel Dr.Hj.R.A.Anita Noeringhati,SH,MH.menjelaskan, pada hari ini para insan pers menyampaikan aspirasi dirumah rakyat. Saya mendapat informasi bahwa rekan-rekan pers lagi berunjukrasa saya langsung pergi kekantor untuk menerima insan pers sumsel.”ucapnya.”

Saya menyikapi dan sangat paham hal ini dan mengerti bagaimana kerisauan rekan-rekan pers dengan akan disyahkannya undang-undang penyiaran.

Lanjut Anita menjelaskan, mungkin rekan-rekan pers melihat ada beberapa pembatasan-pembatasan yang dianggap tidak demokrasi. Saya sebagai Ketua DPRD Sumsel memberikan apresiasi kepada insan pers sumsel yang menyampaikan aksi unjukrasa dengan damai dan tertib.

Saya sebagai ketua DPRD tidak pernah menolak unjuk rasa, karna unjukrasa ini adalah hak anak bangsa untuk disampaikan kepada pemerintah provinsi maupun Pemerintah RI, sehingga apa yang disampaikan rekan-rekan pers tentunya saya sebagai Ketua DPRD Sumsel akan segera memerintahkan anggota bahkan kesekretariatan untuk segera menyampaikan hal ini.

Namun, sepertinya saya akan mengutus anggota dewan untuk menyampaikan langsung hal ini ke DPR RI.

Kita berdialog agar saya mencatat satu persatu apa yang diinginkan rekan-rekan pers khusunya rekan pers sumsel, agar semua bisa tersampaikan untuk menjadi catatan dan perhatian dari DPR RI dalam rangka akan mengesyahkan RUU Penyiaran.

Saya pernah menyampaikan kebebasan pers itukan memakai UU tersendiri, dimana Dewan Pers mempunyai kewenangan penuh untuk itu. Maka ada gagasan untuk membuat Perda tapi centelannya tidak ada, karna sangking indevedensinya UU Pers.
Bahkan UU Pers tidak ada peraturan pelaksananya karna UU Pers itu yang mempunyai kewenangan hanya Dewan Pers.

Maka saya berpikir bahwa Perda akan memberikan batasan dan keleluasaan kepada rekan pers daerah ternyata itupun tidak bisa, karna UU Pers tidak ada turunannya. Dan saya sangat mengerti kerisauan rekan-rekan pers dengan adanya RUU Penyiaran yang sebentar lagi akan disyahkan pada masa sidang tahun ini, karna masa sidang terahir di bulan september dan akan berganti anggota-anggota dewan yang baru.

Dan ini menjadi bahan kami untuk mrnyampaikan kepada DPR RI, dan nanti akan saya utus salah satu anggota dewan langsung menghadap ke DPR RI, apakah dari PKS yang mempunyai wakil disana. Dan tandatangan kawan-kawan persi ini akan kami jadikan lampiran untuk dibawak ke DPR RI.”jelas Anita.”

Data yang saya dapatkan bahwa memang pembahasan inipun DPR RI juga belum bulat, dan ada beberapa fraksi meminta ada penundaan.
Rekan-rekan pers seluruh provinsi bergerak untuk menyampaikan aspirasi penolakan RUU Penyiaran.

Bentuk dari apresiasi kami dari DPRD Sumsel, surat pengantar akan kami bagikan kepada rekan-rekan pers bukti bahwa kami serius meneruskan apa yang menjadi aspirasi rekan-rekan pers sumsel kepada DPR RI.

Jadi tidak hanya tandatangan ini saya simpan sendiri tapi akan saya teruskan dan terimakasih rekan-rekan telah menyampaikan aspirasinya dan semoga upaya kita semua di dengar oleh DPR RI.

Dan saya sangat memahami semua kenapa semua diserahkan pada KPI saya paham, KPI itu bentukan siapa saya sudah paham itu. Kalo memang seperti itu UU Pers harus dirobah, karna selama ini kan UU Pers yang mempunyai kompeten.”ungkap Dr.Hj.R.A.Anita Noeringhati,SH,MH.”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here